Minggu, 29 Mei 2016

Enam Sistem Nilai

PIKIRAN RAKYAT
18 Mei, 2016 - 09:34
Prof. Dr. H. Achmad Sanusi, SH.MPA
Direktur Program Pascasarjana Uninus Bandung

PADA tingkat individu atau sosial, sistem nilai merupakan bagian penting kehidupan manusia. Nilai memang tidak kasat mata. Namun nilai dan sistem nilai kemudian mewujud dalam tindakan dan perbuatan manusia. Oleh sebab itu, banyak pemikir yang memandang penting untuk membenahi dulu sistem nilai sebelum kita membenahi keadaan.
Dari perenungan yang cukup lama dan membaca banyak pemikiran tentang nilai dan sistem nilai, saya mengembangkan “enam sistem nilai”. Nilai-nilai ini merupakan nilai-nilai dasar yang mendasari dan menjadi acuan manusia dalam pikiran, perkataan, dan tindakannya. Sistem nilai ini mengandung enam nilai yaitu nilai teologis (nilai ketuhanan), nilai fisik-fisiologis, nilai etik/hukum, nilai estetik, nilai logis/rasional/ilmiah, dan nilai teleologik (nilai guna).
Nilai-nilai ini, bukanlah nilai yang lepas satu sama lain melainkan satu kesatuan yang saling terkait. Misalnya, orang belajar bukan hanya karena landasan nilai teologis atau karena menjalankan perintah Allah Swt untuk mencari ilmu. Namun juga karena ada manfaat dari hasil belajarnya (nilai teleologis) dan menjadi memiliki kemampuan berpikir nilai (logis/rasional/ilmiah).
Begitu juga saat dihadapkan pada satu situasi, manusia bisa saja hanya menggunakan pertimbangan satu nilai dan mengabaikan nilai lainnya.
Jalinan antarnilai dalam sistem nilai ini memamg sangat rumit. Masing-masing nilai dalam sistem nilai itu memiliki sekian banyak bentuk. Dalam nilai estetik misalnya ada bagus, indah, cantik, menarik, menyenangkan, sedap dipandang, dan seterusnya. Bila bentuk nilai pada nilai teologis berpadu dengan nilai estetik, tentu akan makin banyak variasinya.
Kita bisa mengambil misal nilai toleran (tasamuh). Nilai ini memiliki dimensi teologis karena memang diperintahkan Allah Swt dan dicontohkan Rasulullah Saw. Selain itu memiliki dimensi etik atau hukum karena berkaitan dengan bagaimana cara kita hidup di tengah masyarakat atau bagaimana satu kelompok berinteraksi dengan kelompok lainnya dalam hidup bermasyarakat. Toleran itu memiliki nilai estetik, bukankah kita sering mendengar ungkapan “indahnya kebersamaan” untuk menunjukkan kebersamaan orang-orang yang berbeda latar belakangnya. Begitu seterusnya.
Sistem nilai ini pada dasarnya merupakan landasan tindakan, acuan dalam memilih tindakan dan tujuan tindakan baik pada tingkat individu, komunitas maupun masyarakat. Mungkin pada saat ini, banyak tindakan yang tidak disadari landasan, acuan, dan tujuan nilainya. Namun sesungguhnya ada landasan, acuan, dan tujuan nilai tertentu. Nilai-nilai tadi bisa saja masih implisit. Misalnya, sering kita mendengar anjuran agar banyak memakan buah-buahan dan sayuran karena mengandung serat yang baik untuk kesehatan. Dilihat dari perspektif sistem nilai, di dalam anjuran itu ada nilai fisik-fisiologis yakni sehat dan bugar yang bisa menjadi tujuannya adalah perwujudan nilai teologis yakni kalau sehat dan bugar maka bisa beribadah dengan baik. Tubuh kita sehat dan bugar juga membuat tubuh kita secara estetis baik.
Kehidupan sosial
Dalam kehidupan sosial sekarang, manusia dihadapkan pada kenyataan seolah-olah sedang “adu-bener”. Merasa benar sendiri dan orang lain salah. Watak egosentrik seperti ini benihnya mulai tumbuh pada diri individu, kelompok, dan masyarakat tertentu. Kekerasan yang menghancurkan harta dan nyawa orang lain, menjadi peristiwa yang cukup sering diberitakan media. Kekerasan itu mengatasnamakan berbagai macam alasan, termasuk alasan agama.
Kenyataan menyedihkan seperti ini juga tidak terlepas dari sistem nilai. Kita bisa bertanya sistem nilai apa atau seperti apa yang ditanamkan pada individu, kelompok, atau komunitas seperti itu? Apakah tindakan itu hanya dilandaskan pada satu nilai dari enam sistem nilai tadi? Atau justru ada sistem nilai yang berbeda dengan nilai-nilai seumumnya yang menjadi acuan dalam menjaga kehidupan bersama?
Dilihat dari perspektif nilai, kita memang hidup di tengah era kontestasi sistem nilai. Ada nilai yang dipandang benar oleh penganutnya dan menyalahkan nilai yang bukan nilai kelompoknya. Ada juga yang sekadar ikut-ikutan menjalankan nilai tertentu alias imitatif. Namun tidak kurang juga yang sekadar secara instingtif mengikuti satu sistem nilai, tanpa tahu dan menyadari apakah sistem nilainya itu teruji berlandaskan misalnya ajaran agama atau tidak?
Inilah dunia yang kompleks. Dunia yang bukan saja interaksi antarsistem nilainya begitu rumit tetapi juga interaksi intranilai dalam sistem nilanya begitu pajuriwet. Apalagi kita sendiri tidak begitu terbiasa menguji sistem nilai kita, apakah cukup kokoh, teruji, dan bisa diandalkan. Kita ikut saja, meniru saja, atau merasa benar sendiri saja.
Tindak kekerasan yang berlangsung di berbagai pelosok dunia sekarang ini, termasuk tindakan yang mengatasnamakan agama, tentu terkait juga dengan sistem nilai ini. Enam sistem nilai yang saya tawarkan dalam berbagai kesempatan di dalam dan di luar kampus, merupakan ikhtiar untuk menyumbangkan pemikiran bagaimana supaya hidup kita sebagai pribadi, kelompok, dan masyarakat makin bernilai.
Kita dalami dan gali nilai-nilai yang ada dalam komponen sistem nilai itu. Kita renungkan. Kita coba amalkan dalam perilaku keseharian. Kita berpikir mendalam dan bertindak dengan penuh kesadaran. Ada nilai yang harus kita reaktualisasi dan revitalisasikan sehingga dapat menjawab tantangan zaman. Namun ada nilai dasar yang harus tetap kita pegang yakni ketauhidan.
Ini tugas kita bersama. Agar kita dapat hidup dengan landasan, acuan, dan tujuan yang bernilai. Tidak teroambang-ambing keadaan. Sekaligus bisa menjadi manusia yang teguh dalam prinsip namun lentur dalam memilih tindakan, dengan tetap berada dalam koridor nilai. Wallahu’alam bishawab.***

Tidak ada komentar: